Tuesday, July 14, 2009

tentang orang asing

Pagi tadi aku membuat segelas kopi instan saja seperti kesukaanmu. Betapa aneh terasa, tanpa suara guyuran air dan senandung dari kamar mandi.
Aku lalu mencoba menonton pesawat televisi seharian seorang diri,
memain-mainkan remote control seperti seorang tolol
lalu merasa sewot sendiri. Tetapi aku tetap tak mampu berhenti
memikirkanmu.
Siapakah kamu, orang asing yang berbaring
di sampingku semalaman. Siapakah kamu?
Seperti sepasang ular jalang di liang sempit
kita telah saling melilit dan menggigit.
Telah kuhirup aroma khas kulitmu
dan bau harum rambutmu yang menyembur saat kau benahi,
telah membawaku ke tengah padang rumput di lembah
pada suatu pagi hari yang basah seusai reda
hujan musim semi yang pertama.
Setiap senti tubuhmu yang menerbitkan beribu mimpi
telah kutelusuri dengan jemari gemetar, dengan dada berdebar keras,
dan peluh yang menderas,
tetapi kau hanya tertawa serta mengangkat bahu

Ah, seperti kali kecil, kau selalu menolak bercermin.
Seperti warna-warni mentari dalam lukisan impresionis,
kau beralih berganti tanpa letih.
Dan kemarin malam ketika aku menangis
dengan ringan kau berkata tak acuh : “Ini pasti cuma emosi sesaat”
Aduh ! Akupun tahu itu,
hubungan kita tak punya masa depan. Harapan hanya impian.

Kini senja menyusut di jendela dan malam merambat perlahan.
Kurasakan betul
dingin menyelusup masuk lewat celah bawah pintu
mengendap dan menebal di lantai batu.

Untuk apa menyalakan lampu. Alangkah mengerikan
bila dalam terang aku hanya memergoki diri sendiri yang sepi.
Dalam temaram dan kelam aku merasa lebih tenteram dan aman. Seolah-olah
kau masih hadir di sini, diam di dekatku.
Menatap lekat dan lama tanpa berkata,
menemani.

Seperti seekor ikan menggelepar-gelepar
di atas pecahan-pecahan es, sukmaku yang telah menerima
kutukan itu akan menggeletar tak sabar menanti tiba
kabar berita darimu. Meski hanya selembar kartu pos,
mungkin dari suatu tempat yang jauh
di mana salju selalu jatuh dan matahari begitu pemalu
dan melulu berteduh.
Aku tidak berani memintamu untuk setia
–itu terlalu mustahil dan menggelikan bagimu, tentu–
hanya saja,
tolong, jangan lupakan saya…

No comments:

Post a Comment